Senin, 04 Oktober 2010

TUHAN PUNYA RENCANA LAIN

Ada seorang saudagar yang ingin berdagang ke negeri seberang. Ia ditemani oleh seekor kuda setianya dalam membawa bekal dan berbagai jenis barang yang akan dijual.
Malam terlalu cepat datang, sementara tempat tujuan masih jauh. Sang saudagar terpaksa menghentikan perjalanan dan berencana menumpang menginap di rumah penduduk. Namun tak seorang penduduk pun yang mau menerimanya. Sang saudagar mulai kesal dan menghujat Tuhan. “Aku ini berjalan jauh untuk mencari rezeki yang halal Tuhan, tapi Kau datangkan malam terlalu cepat dan Kau tutup hati para penduduk itu untuk menerimaku”, kata saudagar.
Pergilah saudagar ke bukit yang tak jauh dari rumah penduduk. Setelah menemukan pohon yang nyaman untuk beristirahat agar terhindar dari hewan buas, ia pun menambatkan domba-domba dagangannya di bawah pohon.
Malam semakin pekat, tetapi domba-domba yang ditambat di bawah pohon begitu gaduhnya sehingga saudagar tidak bisa beristirahat. Saudagar semakin kesal dan emosinya meledak ketika dahan pohon tempat ia tidur patah dan menyebabkan ia terjatuh. Kembali ia menghujat Tuhan. “Apakah kau juga tidak mengizinkan ku tidur di bukit tak berpenghuni ini Tuhan? Mungkin Kau juga tertawa melihat aku terjatuh dari pohon”, ujar saudagar dengan kesalnya sambil meringis kesakitan. Namun apa yang terjadi. Domba-domba tadi yang begitu gaduh tiba-tiba senyap. Ternyata domba-domba tersebut sedang kelaparan dan menjadi senyap setelah memakan dedaunan dari dahan yang patah tadi.
Saudagar pun mencari kembali dahan yang nyaman, lalu menyalakan pelita di atas pohon. Belum 10 menit ia menyalakan pelita, angin berhembus kencang dan api pun padam. Lagi-lagi saudagar protes terhadap Tuhan, “Kau juga tak mengizinkan ku tidur dengan sedikit penerangan?!”, katanya. Dengan emosi yang meledak-ledak ia kembali menghujat Tuhan. Ia kembali tidur karena rasa lelah yang begitu akut, dengan penerangan cahaya bulan saja. Sesaat sebelum tidur, ia mendengar keriuhan di perkampungan sana. Terlihat cahaya terang muncul dari perkampungan. Tapi ia tak ambil pusing, dan terlelaplah dia.
Saat fajar mulai menyingsing, perjalanan pun dilanjutkan. Kembali ia melewati perkampungan yang menolaknya kemarin. Kemudian apa yang ia saksikan, yaitu mayat bergelimpangan dan rumah-rumah yang sudah menjadi arang. Ternyata telah terjadi perampokan besar-besaran tadi malam. Mengapa perkampungan gaduh dan cahaya terang yang ia saksikan dari atas bukit sesaat sebelum terlelap terjawab sudah.
Detik itu juga sang saudagar tertegun malu. Malu kepada Tuhan yang telah menyelamatkannya dari maut.
Jika saja ia jadi menginap di rumah penduduk, seluruh barang dagangannya akan habis dirampok. Ekstrimnya lagi ia bisa terbunuh.
Lalu mengapa dahan tempat ia tidur patah. Karena jika tidak patah, domba-domba tersebut akan tetap gaduh dan saudagar tak bisa tidur.
Lalu mengapa angin bertiup kencang dan memadamkan pelita. Karena jika pelita tetap menyala, tidak menutup kemungkinan para perampok akan menemukannya di atas bukit. Jiwa dan barang dagangannya juga bisa terancam.
Protes terhadap nikmat Allah? Itu terlalu prematur, teman. Karena rencana-Nya lah yang paling sempurna.
Cerita diambil dari buku Inspirasi 5 Menit, dengan sedikit perubahan. Semoga bisa mengingatkan kita semua. (-sdr)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar